Popular Post

Perumpamaan tentang perdamaian

http://hermawayne.blogspot.com
Kedamaian bukan berarti berada di sebuah tempat dimana tidak ada keberisikan, masalah, atau kerja keras. Kedamaian berarti, berada di tengah-tengah semua hal tersebut dan tetap tenang di dalam hati. Sudahkah Anda berdamai dengan diri Anda sediri? Bacalah sepenggal kisah berikut.

Sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan tangan di sebuah hutan pada suatu malam musim panas yang indah seusai makan malam. Mereka sedang menikmati kebersamaan yang menakjubkan taktala mereka mendengar suara di kejauhan, "Kuek! Kuek!"

"Dengar," kata si istri, "Itu pasti suara ayam."
"Bukan, bukan. Itu suara bebek," kata si suami.
"Nggak, aku yakin itu ayam," si istri bersikeras.
"Mustahil. Suara ayam itu 'kukuruyuuuk!', bebek itu 'kuek! kuek!' Itu bebek, Sayang," kata si suami dengan disertai gejala-gejala awal kejengkelan.

"Kuek! Kuek!" terdengar lagi.
"Nah, tuh! Itu suara bebek!," kata si suami.
"Bukan, Sayang.... Itu ayam! Aku yakin betul!" tandas si istri, sembari menghentakkan kaki.
"Dengar ya! Itu a... da... lah... be... bek, B-E-B-E-K. Bebek! Tahu?!" si suami bekata dengan gusar.
"Tetapi itu ayam!" masih saja si istri bersikeras.
"Itu jelas-jelas bue... bek! Kamu ini... kamu ini...!"

Terdengar lagi suara, "Kuek! Kuek!" sebelum si suami mengatakan sesuatu yang sebaiknya tak dikatakannya. Si istri sudah hampir menangis, "Tetapi itu ayam...."

Si suami melihat air mata yang mengambang di pelupuk mata istrinya, dan akhirnya dia teringat kenapa dia menikahinya. Wajahnya melembut, dan katanya dengan mesra, "Maafkan aku, Sayang. Kurasa kamu benar, itu memang suara ayam."
"Terima kasih, Sayang," kata si istri sambil menggenggam tangan suaminya.

"Kuek! Kuek!" terdengar lagi suara di hutan, mengiringi mereka berjalan bersama dalam cinta.


Maksud dari cerita bahwa si suami akhirnya sadar adalah : siapa sih yang peduli itu ayam atau bebek? Yang lebih penting adalah keharmonisan mereka, yang membuat mereka dapat menikmati kebersamaan pada malam yang indah itu. Berapa banyak pernikahan yang hancur hanya gara-gara persoalan sepele? Berapa banyak perceraian terjadi karena hal-hal "ayam atau bebek"?

Ketika kita memahami cerita tersebut, kita akan ingat apa yang menjadi prioritas kita. Pernikahan jauh lebih penting ketimbang mencari siapa yang benar tentang apakah itu ayam atau bebek. Lagi pula, betapa sering kita merasa yakin, amat sangat mantap, mutlak, bahwa kita benar, namun belakangan ternyata kita salah?


Lho, siapa tahu? Mungkin saja itu adalah ayam yang direkayasa genetik sehingga bersuara seperti bebek?